Rabu, 13 Januari 2016

Akuntan pertanggung jawabkan Laporan Keuangan

Akuntan pertanggung jawabkan Laporan Keuangan.


Sejumlah Menteri pagi ini menghadiri rapat kerja nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah 2015. Rakernas tersebut diharapkan dapat mendorong Kementerian atau Lembaga serta Pemerintah Pusat dan Daerah untuk menerapkan pelaporan keuangan berbasis akrual.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro menyatakan, rakernas ini merupakan kegiatan rutin setiap tahunnya sejak 2008. Pada tahun ini tema rakernas yaitu implementasi akuntansi dan pelaporan Pemerintah berbasis akrual.
"Dengan komitmen kuat Pemerintah mampu menyusun dan menyajikan laporan keuangan berbasis akrual yang berkualitas. Sehingga menjadi alat pertanggungjawaban yang baik. Ini bagus untuk meningkatkan kepercayaan pemerintah apalagi dalam kondisi ekonomi global yang kayak gini," ungkap Bambang di Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta, Jumat (2/10/2015).
Rakernas ini akan dibuka secara resmi oleh Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution serta dihadiri oleh seluruh Menteri atau Pimpinan Lembaga, Gubernur atau Bupati atau Walikota yang LKPP atau LKPD nya memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Rakernas akuntansi kali ini dihadiri Ketua dan Anggota BPK, Gubernur dan pimpina Lembaga lainnya yang terdiri 903 anggota. Pemerintah akan beri penghargaan pada 207 entitas pelaporan 26 pemerintah provinsi, 149 pemerintah kabupaten, 50 pemerintah kota yang berhasil sajikan laporan keuangan 2014 dengan opini audit WTP," jelas Bambang.

Minggu, 10 Januari 2016

KJA bisa bekerjasa dengan Kantor Asing

”Peluang Partnership KJA”

17 praktisi akuntan Singapura yang difasilitasi oleh ISCA (the Institute of Singapore Chartered Accountants) dan ACCA (Association of Chartered Certified Accountants), berkunjung ke Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Grha Akuntan, Jakarta. Pertemuan ini juga didukung oleh SPRING, sebuah lembaga di bawah Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura yang bertugas membantu perkembangan sektor UKM di Singapura.
Kunjungan ini dimaksudkan dalam rangka mengetahui apakah mereka mereka memiliki peluang bekerjasama dengan Indonesia dan membangun network dengan para akuntan Indonesia. Pertemuan dengan IAI juga dimanfaatkan untuk mempelajari regulasi dan seluk-beluk membuka usaha di Indoensia.
Anggota Dewan Pengurus Nasional IAI, Prof. Sidharta Utama melihat kunjungan ini memiliki dua arti penting bagi para akuntan Indonesia. Di satu sisi, kunjungan ini menyiratkan kesiapan akuntan Singapura untuk memperluas pasar di Indonesia dalam kerangka implementasi ASEAN Economic Community (AEC) yang efektif akhir tahun ini. Kondisi ini jelas menjadi lonceng peringatan bagi akuntan Indonesia untuk bersiap memasuki persaingan terbuka di era pasar bebas ASEAN itu.
Namun di sisi lain, kunjungan ini sekaligus membuka peluang bagi akuntan Indonesia untuk membangun partnership yang lebih kuat dengan para praktisi akuntan negeri Singa itu. “Ini jelas peluang bagi Kantor Jasa Akuntansi (KJA). Regulasi membuka peluang partnership dilakukan dengan pihak asing,” ujar Sidharta.
PMK 25/PMK.01/2014 tentang Akuntan Beregister Negara memang membuka ruang bagi akuntan asing untuk mendirikan KJA, namun harus ber-partner dengan akuntan lokal. Aturan itu mensyaratkan jumlah partner asing tidak boleh lebih dari seperlima dari seluruh partner yang ada di KJA. “Ini adalah bentuk proteksi regulasi bagi akuntan lokal. Dengan demikian, KJA bisa mendapatkan keahlian dan pengalaman mereka sambil tetap menjaga kepentingan akuntan lokal,” jelas Sidharta.
Saat ini Kementerian Keuangan telah memberi izin bagi 48 KJA untuk berpraktik di Indonesia. Peluang partnership dengan akuntan asing ini merupakan angin segar bagi praktik jasa akuntansi Indonesia dalam rangka memasuki AEC, sekaligus menumbuhkan industri jasa akuntansi di Indonesia.

Chief Operating Officer ISCA Goh Puay Cheh mengatakan, pertemuan ini akan membuka peluang kerjasama dua organisasi profesi ASEAN ini ke arah yang lebih strategis dalam rangka menuju AEC 2015. Kolaborasi ini akan berdampak positif bagi perkembangan  profesi akuntansi yang pada gilirannya berkontribusi pada sektor bisnis dan investasi di Indonesia.

Peran Akuntan Profesional di lembaga pemerintah

“Tantangan APIP Indonesia Kelas Dunia”

Peran Akuntan Profesional di lembaga pemerintah akan dioptimalkan lewat pemberdayaan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). Mereka dituntut lebih berperan dalam aspek pengungkapan tindak pidana korupsi.

Akuntan Profesional di lembaga pemerintahan kini memainkan peran semakin krusial di era transparansi. Mereka dituntut berkembang secara kualitas dan profesionalisme, sekaligus harus berperan lebih optimal untuk menjaga entitas pemerintahan bebas korupsi.
Peran strategis APIP Indonesia ini akan dipacu dalam periode lima tahun mendatang. Cita-cita tersebut digaungkan bukan semata pertimbangan bahwa APIP memiliki peran strategis dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan melayani. Tapi juga berkaca pada statistik kapasitas individu-individu tersebut yang berada di titik nadir.
Per posisi Desember 2014, 404 APIP se-Indonesia atau mencapai 85,23% masih menempati level I dari jumlah keseluruhan APIP nasional 474 orang. Sisanya 69 orang berada di level II, 1 orang berada di level III, dan belum ada satupun APIP berada di level IV dan V.
Realitas kurang menggembirakan tersebut terjadi pada level pusat dan daerah. Bila di pusat, APIP yang berada di level I prosentasenya 64,9% dari jumlah 49 orang sementara di level daerah menembus 88% dari jumlah 417 orang yang tercatat sebagai APIP.
“Target tahun 2019, 85% berada di level III dan 1% berada di level I,” ujar Kepala BPKP RI Ardan Adi Perdana dalam Konferensi Auditor Intern Pemerintah Indonesia Tahun 2015 di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu.
Ardan sudah menggadang grand strategy mewujudkan asa tersebut. Pertama peningkatan kesadaran kepada APIP untuk memiliki kapabilitas berkelas dunia, penilaian secara mandiri berdasarkan standar internasional, proses penjaminan kualitas oleh BPKP, peningkatan kapabilitas secara mandiri oleh APIP kepada APIP, serta peningkatan kompetensi APIP melalui e-learning BPKP. Dia mengatakan APIP
dituntut menciptakan sistem peringatan dini serta menjadi solusi atas masalah bangsa pada tahun-tahun mendatang.
“Kini sudah ada kemajuan berdasarkan data 10 Oktober 2015, Level I menurun dari 404 orang menjadi 386 orang, level II naik dari 69 menjadi 88 orang dan level 3 sudah bertambah 2 orang dari sebelumnya 1 orang,” ujar anggota DPN IAI ini.
Di sisi lain, Ardan juga mengeluhkan keterbatasan auditor pemerintah. Ardan menyebut angka 12.832 auditor yang tersedia atau 22,6 persen dari total 45.560 yang dibutuhkan untuk seluruh Indonesia. Asumsinya, setiap kabupaten/kota membutuhkan sedikitnya 40 auditor, 60 auditor di tingkat provinsi, dan 205 untuk lembaga pusat.
“Dengan 12.000 auditor yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, akan memakan biaya besar untuk mengadakan pendidikan dan pelatihannya di Jakarta. Kami akan mengusahakan e-learning,” katanya.
Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Yuddy Chrisnandi menilai independensi auditor harus ditingkatkan. Yuddy mengakui adanya tekanan yang dilancarkan pimpinan lembaga terhadap auditor yang notabene adalah bawahannya saat melakukan pemeriksaan keuangan terhadap lembaga yang bersangkutan.
“Masih ada hambatan psikologis dari kepala daerah (terhadap auditor pemerintah). Sehingga auditor pemerintah masih terganggu independensinya,” kata menteri yang sebelumnya berkiprah Sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golongan Karya dan Partai Hati Nurani Rakyat itu.
Menurut Yuddy, auditor pemerintah berperan besar dalam persepsi masyarakat terhadap kinerja pemerintah secara keseluruhan. Yuddy tak segan mengakui bahwa kesan yang ada di benak masyarakat tentang pemerintah masih buruk. Salah satunya adalah pemerintahan yang tidak efektif karena birokrasi yang masih berbelit-belit.
Posisi akuntan sektor publik menjadi krusial karena kinerja mereka turut mempengaruhi ketidakefektifan pemerintahan. Pemborosan ini bisa dicegah jika auditor pemerintah yang juga dikenal dengan APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah) melakukan pekerjaannya dengan maksimal.
“Selain bertugas sebagai konsultan, APIP juga tetap harus berperan sebagaiwatchdog (pengawas) terhadap kinerja pemerintahan yang kurang baik,” kata Yuddy.
Sementara itu Wakil Menteri Keuangan mendorong keberanian auditor untuk memeriksa dan mengungkapkan penyimpangan keuangan di lapangan. Secara teknis, Mardiasmo mensyaratkan tiga hal dalam konsep akuntabilitas yang menjadi tujuan kerja auditor pemerintahan.
Akuntabilitas, kata Mardiasmo, tidak melulu hanya sebatas pelaksanaan (compliance). Akuntabilitas harus dibuktikan dengan kinerja, yakni performa finansial, performa pengawasan, dan audit investigasi.
Good governance memang bertujuan mewujudkan transpransi dan akuntabilitas. Tapi substansi paling penting dalam penegakan good governance adalah pemberantasan korupsi. Buat apa transparan dan akuntabel kalau masih ada korupsi,” ujarnya. *ERV/AFM

Akuntan Publik Balikpapan

 
Anda mencari Kantor Akuntan Publik di Balikpapan,
yang siap membantu anda?
silahkan hubungi kami 
WA : 0813-4711-4950
         
Kami siap membantu anda.



Kantor Akuntan Publik Balikpapan

Michelle Bernardi, Managing Partner KAP Bernardi & Rekan
Spirit Akuntan Muda

“Akuntan Harus Miliki Mindset Pebisnis”

Keterampilan teknis (technical skill) diperlukan seorang Akuntan Profesional agar bisa menjalankan fungsinya di dunia bisnis. Namun aspek bisnis dan entrepreneurship harus melengkapi seorang akuntan dalam mengembangkan industri dan perekonomian. Demikian antara lain dikatakan  Michelle Bernardi, Managing Partner KAP Bernardi & Rekan, belum lama ini.


Profesi akuntan publik (AP) tidak akan pernah mati, karena profesi itu yang di-endorse oleh negara. Namun tantangan akan selalu ada. Karena itu para AP yang berkiprah di industri ini harus bisa mengidentifikasi peluang di balik semua tantangan dan perubahan zaman. Michele Bernardi, Managing Partner KAP Bernardi & Rekan mengatakan, tantangan terbesar dalam waktu dekat ini adalah bagaimana berkompetisi dengan pihak asing ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berlaku.
“Kalau kita melihat ke negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, mereka sudah mulai berpikir bagaimana bisa masuk ke Indonesia. Seharusnya kita juga bisa berpikir bagaimana caranya bisa masuk ke Malaysia atau Singapura,” ungkap Michelle. “Tapi boro-boro berpikir sampai stage itu, sekarang membahas SAK ETAP saja kita masih bertengkar, istilahnya,” Michelle memberi gambaran.
Untuk bersaing, bagi Michelle, faktor kualitas akan sangat menentukan. Sementara untuk menentukan kualitas bukan sesuatu yang mudah, namun butuh dibuktikan. Kalau semuanya saling bersaing untuk mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee serendah-rendahnya, akan sangat tidak bagus bagi industri. Di tengah praktik ekonomi biaya tinggi, kantor akuntan mempekerjakan SDM high intelligence, sehingga tidak mungkin dibayar rendah.
Apalagi audit adalah jasa yang tidak mudah didiferensiasi. Menurut Michelle, praktisi AP harus pintar-pintar menawarkan peluang dari jasa-jasa lainnya, seperti konsultan bisnis dan konsultan manajemen. Caranya dengan melakukan STP (segmenting, targeting, dan positioning) bisnis KAP.
Michelle berpendapat, pada level tertentu, seorang akuntan dituntut untuk makin menguasai sisi entrepreneurship. Di level managing partner,mindset profesi harus dikembangkan ke arah mindset pebisnis. “Untuk level managing partner, technical skill hanya menjadi minimum requirement. Kita juga harus menguasai soft skill,” ungkap Michelle. “Jadi ilmu marketing harus jalan di bisnis KAP. Apalagi berdasarkan pengalaman, di bisnis KAP banyak praktisinya tidak memiliki business minded. Kalau seperti itu pasti akan susah mengelola dan mengembangkan bisnis KAP,” ia menambahkan. Ia meyakini jika bisnis akuntan publik dikelola dengan pendekatan entrepreneurship, bisnis ini akan berkembang.

Apresiasi Regulasi
Dalam bisnis AP yang makin kompleks dewasa ini, Michelle melihat sisi regulasi merupakan aspek penting yang sangat menentukan arah profesi ini ke depan. Namun ia berharap regulator selalu membuat kebijakan yang lebih pro industri.
“Saya melihat sekarang sudah banyak perubahan. Seperti soal rotasi tidak ada lagi. Dulu memang kondisinya cukup parah. Walau pun ada aturan rotasi, tapi praktiknya masih bisa diakali oleh KAP Big Four,” ungkap Michelle. Berdasarkan PP Nomor 20 Tahun 2015, aturan tentang rotasi memang sudah dicabut. Michelle melihat ada potensi yang tidak fair atas pemberlakuan sistem rotasi itu selama ini. Apalagi banyak KAP yang mengakali aturan tersebut dengan mengubah susunan partnernya secara periodik, agar terhindar dari risiko kehilangan klien.
Michelle sendiri sangat mengapresiasi terbitnya PP 20 Tahun 2015  yang dinilai sangat mempermudah hidup KAP kecil. “Itu suatu terobosan yang luar biasa,” ujarnya. Ini memberikan kesempatan yang sama bagi KAP di berbagai level untuk berkembang.
Ia juga menilai, regulator harus bertindak sebagai wasit dan bisa menginterupsi industri jika dirasa diperlukan. Ini juga untuk memastikan industri ini berkembang dan makin banyak para Akuntan Profesional yang tertarik memasuki industri akuntan publik. Menurut Michelle, para akuntan muda itu harus didorong dan permudah untuk menjadi AP dan mendirikan KAP.
“Memang sekarang izin untuk KAP lebih cepat karena sudah ada time limit-nya. Tapi eksekusinya juga harus dipermudah. Secara bisnis juga harus dipermudah untuk AP-AP muda ini. Mereka harus cari klien, memperluasnetwork, dan lainnya. Termasuk network dengan organisasi profesi, mereka harus cari nama,” urai Michelle panjang lebar.
Ia juga menekankan dari sisi organisasi profesi, baik IAI maupun IAPI, tidak menutup diri dalam hal ini. Semua pihak harus diberi kesempatan yang sama, walaupun memang dari sisi kualitas ada perbedaan. Tetap harus diberi kesempatan untuk meng-encourage dan meng-upgrade diri.
Selain menjadi wasit, ia juga berharap agar regulator lebih tegas terhadap KAP nakal. Jika tidak, akan susah bagi profesi ini untuk memperoleh apresiasi dari stakeholders. Hanya ada beberapa hal yang mesti diubah, dimana regulator seperti OJK, BEI, atau BI harus mengetahui semua kebutuhan yang ada di masyarakat. *DED/TOM
(Tulisan ini telah terbit di Majalah Akuntan Indonesia Edisi Oktober – November 2015)